Husnudzon atau berbaik sangka pada
siapapun adalah kunci kita bisa membangun hubungan baik dengan orang lain.
Rasulullah pun pernah mengatakan bahwa tingkatan ukhuwah yang paling
rendah adalah husnudzon. Sedangkan yang tertinggi adalah itsar
(mendahulukan kepentingan orang lain dibanding kepentingan sendiri). Artinya,
bahwa sebuah ukhuwah (ikatan persaudaraan) akan terjalin indah bila
satu sama lain saling mengerti dan memahami. Tidak pernah terpikir dan
terbersit perasaaan dendam, iri atau kesal dengan perilaku orang lain.
Jangankan dengki, iri saja pun tidak diperkenankan oleh Allah. Bila kita sudah
ada rasa su’udzon, berarti kita sudah melewati syarat sebuah ukhuwah
dapat terwujud.
Allah -Ta ala- pun memerintahkan kita agar
senantiasa berhusnudzon kepadaNya, sebagaimana sabda Rasulullah dalam sebuah
hadits qudsi:
قال رسول الله صلى الله عليه و سلم :(
قال الله تعالى) انا عند ظن عبدى
Artinya : Rasulullah -sholallahu alaihi wasallam- bersabda : (Allah -Ta
ala- Berfirman) Aku tergantung pada prasangka hambaKu.
Keberuntungan orang yang husnuzhan, tak hanya
didapatkan di dunia ini, tapi juga di akhirat kelak. Rasul menyebut orang yang
husnuzhan sebagai pemegang kunci surga. Dalam sebuah taklim di hadapan para
sahabatnya, Rasul mengatakan bahwa sebentar lagi akan masuk seorang yang kelak
akan memegang kunci surga. Semua sahabat terpana. Sampai seorang Umar bin
Khattab 'iri' dengan penyematan istilah tersebut. Tidak lama kemudian masuklah
orang yang dimaksud.
Orang ini penampilannya biasa-biasa saja. Tidak ada ciri khusus. Karena penasaran, Umar meminta izin untuk menginap di rumah orang tersebut. Tiga hari Umar RA menginap di rumah orang ini. Namun, dia tidak menemukan amalan khusus orang tersebut.
Ketika Umar bertanya, apa rahasianya. Orang itu menjawab, "Ibadah dan amalanku sebenarnya biasa saja, wahai Umar. Hanya selama hidupku, aku diajari oleh ibuku untuk tidak punya perasaan buruk sangka terhadap apa pun dan siapa pun. Barangkali itulah amalan yang dimaksud Rasulullah SAW."
Orang ini penampilannya biasa-biasa saja. Tidak ada ciri khusus. Karena penasaran, Umar meminta izin untuk menginap di rumah orang tersebut. Tiga hari Umar RA menginap di rumah orang ini. Namun, dia tidak menemukan amalan khusus orang tersebut.
Ketika Umar bertanya, apa rahasianya. Orang itu menjawab, "Ibadah dan amalanku sebenarnya biasa saja, wahai Umar. Hanya selama hidupku, aku diajari oleh ibuku untuk tidak punya perasaan buruk sangka terhadap apa pun dan siapa pun. Barangkali itulah amalan yang dimaksud Rasulullah SAW."
0 komentar:
Post a Comment