Monday, May 21, 2012

Plankton Berpikir Positive, Possible?


Serial Cartoon Spongebob dan teman-temannya adalah tayangan favorit anak-anak dan remaja dan saya salah satu tersangkanya..Hmmmm….

Terlalu sering menonton tayangan ini membuat saya berpikir bahwa tayangan ini adalah tayangan yang paling jujur di dunia walaupun adalah sebuah kisah yang fiktif…dengan perangai tokoh yang beragam mulai dari Spongebob yang memiliki sifat antusias (dan ini adalah benar bahwa disekitar kita pasti terdapat tipikal seperti Spongebob).

Patrick yang digambarkan dengan pengangguran di Amerika yang dijamin oleh negaranya dan tipikal patrick yang selalu dapat mempengaruhi sahabatnya dan mendukung sahabatnya untuk melakukan hal yang konyol dan sering membantu sahabatnya untuk mencari-cari alasan

Mr.Crab adalah sosok yang materialis dan realistis

Ada juga Squitward dengan tipikalnya yang tidak peduli dengan orang namun tidak menyusahkan orang lain tetapi sangat sering disusahkan oleh Spongebob padahal Squitward tidak pernah menyusahkan Spongebob (hahahaa…ini adalah bagian terlucu..Hmmm….)

Dan tidak ketinggalan yang dianggap jahat yaitu Plankton..

Entah kenapa hari ini saya jadi tertarik dengan tipikal Plankton dan misi ingin merebut resep Krabby patty  yang selalu gagal dan ingin menguasai Bikini Bottom…dan selalu berpkiran jahat, negative…

Hmmmmm ini terlalu realistis…(menurut saya..hohohhoo…)..seolah-olah memberi pesan bahwa segal hal-hal yang jahat dan merugikan orang banyak tidak akan berjalan lancar bahkan cenderung ke arah kegagalan…..(hahahaa…ini hal lucu…saya suka bagian ini karena saya memiliki kesempatan untuk  menertawai hal-hal ideal yang tampak dan serial Cartoon Spongebob sepeti media untuk menertawakan realita yang tidak bisa kita teratawai karna kita dan semua orang adalah pelakunya…Hohoooo)

Saya jadi bertanya..kenapa Plankton selalu gagal? kenapa Plankton selalu jahat? Karena ini kisah fiktif maka dengan enteng sebagian dari kita akan menjawab karena itu adalah tipikal yang diberikan Pencipta karakter Film ini…..bila di kehidpuan nyata kenapa kita tidak bisa berkata seperti itu yaaaa?????aneh…ada hal-hal yang selalu menjadi tanda tanya…

Plankton mencoba berpikir positive….apa mungkin?????? Idealnya, Plankton pasti bisa, hanya saja penulis cerita yang belum memberi kesempatan kepada tokoh Plankton untuk memainkan peran berpikir positive…tapi kapan Plankton akan mendapatkan peran itu??
nkton tetapi yang menyaksikan Plankton juga harus berpikir positive…….Hhmmmmm

Saturday, May 19, 2012

Every Thing is Positive

 Ketika hidup mulai tidak menentu dalam artian tidak menapaki satu jalur yang pasti, maka manusia niscaya diterpa banyak cobaan. Cobaan yang saya maksud bukan berupa bencana secara fisikly namun cobaan yang mendatangkan penyakit hati yang diantaranya sebut saja iri dan dengki serta berpikir negatif terhadap orang lain. 

Hal ini tentunya manusiawi namun sangat menyengsarakan manusia, melakukan pikiran-pikiran yang tidak semestinya apalagi bila sudah condong ke arah pikiran yang negatif terhadap hidup orang lain. Yaaa..kembali bertanya pada diri sendiri mengapa hingga cenderung berpikir kehidupan orang lain yang tidak ada hubungannya dengan kehidupan anda??? Karena saya bukan Ebiet G.Ade yang bertanya pada rumput yang bergoyang maka saya bertanya pada diri sendiri dan syukur-syukur bila ada teman kompasiana yang mw memberi saran dan masukan.

Ketika manusia berada pada kondisi bahagia, sangat sedikit yang mengingat dan memuji kebesaran-NYA, namun ketika manusia berada pada kondisi yang menyengsarakan maka tidak sedikit yang kembali kepada-NYA…Maha Kuasa ALLAH yang membolak-balikkan pikiran, sifat, dan sikap hamba-NYA…tidak terkecuali saya sendiri…Saya bukan sangat bahagia menceritakan ini tetapi saya mencoba bersikap berani menyampaikan sesuatu hal yang salah yang telah saya lakukan untuk menjadi yang lebih baik.

Kemarin saya berjalan ke pusat perbelanjaan yang didalamnya juga terdapat toko buku. Mata saya merekam satu buku yang judulnya membuat penasaran judul buku itu “Hanya 2 Menit Anda Bisa Mengetahui Potensi Rejeki Anda” buku ini dikarang oleh pengarang yang sama dengan buku “7 Keajaiban Rezeki”. Dengan penasaran saya pun mendekati buku tersebut..dan saya tertarik untuk membelinya karena pada cover buku bagian belakang tertulis “Semua Royalti Buku Ini Akan Disedekahkan”…bukan pamer tetapi saya berpikir dengan pertimbangan seperti ini “Jika isi buku ini tidak sesuai dengan apa yang saya bayangkan sesuai dengan judul dari buku ini, paling tidak saya tidak akan kecewa karena saya akan bersedekah dengan membeli buku ini”..begitulah saya selalu mempertimbangkan sesuatu yang akan saya perbuat.

Masih tentang buku yang saya maksud diatas, isi dari buku tersebut ada yang membahas tentang berpikir positif yang bisa memperlancar rejeki anda, juga menegaskan agar kita tidak berpikir negatif terhadap kehidupan orang lain karena orang lain tidak memikirkan sama sekali, jadi kita hanya membebani pikiran kita dengan pikiran yang tidak ada keuntungannya. Selain itu, saya juga tertarik dengan isi buka yang mengatkan “Hindari lah Perdebatan karena perdebatan tidak pernah ada akhirnya”..


Saya Hanya lah Anak Manusia Yang Penuh Pertanyaan Terhadap  Proses Duniawi Yang Harus Saya Raih Dengan Memulai Berpikir Positif….Berpikir Posiitif Itu Susah dan Itu Wajar..Karena Untuk Menjadi Emas..Tanah Harus Dipanaskan Dengan Suhu Derajat Yang Sangat Tinggi Untuk Memisahkan Tanah Dengan Emas…..



Pohon Kebijaksanaan

Terkisahlah seorang filsuf yang termasyhur di jamannya. Filsuf itu telah sekian lama hidup bersama rambutnya yang memutih keperakan, sebuah perpustakaan dan seorang anak lelaki. Lantas istrinya ? Hmm.. Menurut kabar yang beredar, istrinya yang cantik telah pergi dan menikah lagi dengan seorang pemain sirkus keliling.

Anak lelaki dari filsuf itu mewarisi setengah darah dari sang ayah yang menyebabkan ia terkadang senang sekali berpikir dan mencari kebenaran. Akan tetapi, setengah dari tubuhnya mengalir pula darah sang ibu yang  gegabah dan agak pandir.

Maka menjelmalah ia menjadi seorang anak lelaki yang senang berpikir dan mencari kebenaran, sekaligus pandir.

Namun sang filsuf, yang tampaknya telah mendekati akhir perjalanan hidup, menaruh harapan yang begitu tinggi terhadap anak lelaki satu-satunya. Tiada henti ia menjejali anak itu dengan berbagai petuah dan filsafat.

“ Ayah telah lama berjalan, nak. Kini ayah lelah. “ ujar sang filsuf.
“ Kalau begitu, istirahatlah saja, ayahanda. “ sahut anak lelakinya.
Ehm.. ayah sedang berbicara dengan bahasa kiasan , anakku, mengertilah sedikit. “
Anak lelaki itu lantas manggut-manggut.
“ Nak, kuharap di akhir hidupmu nanti, kau tidak sepertiku. Berbaring di ranjang menunggu takdir datang untuk memutus kehidupan..eh.. “ sang ayah terbatuk-batuk. Tubuh rentanya ikut terguncang karena batuknya.
“ Sudahlah ayahanda, jangan berpikir mengenai kematian siapapun. “
Ssssttt.. dengar baik-baik anakku. Kau mesti mencari pohon Kebijaksanaan itu sebelum kehidupan berakhir. Ingat yang selalu ayah ceritakan padamu, mengenai pohon Kebijaksanaan? “
Anak itu memutar-mutar bola matanya lalu menyeringai lebar.
“ Ya ayah, aku ingat. Pohon yang rindang, sejuk dan penuh kedamaian. Sehingga orang yang berteduh di bawahnya merasa tenteram hingga rasanya tak ingin lagi beranjak ke mana-mana! “
“ Benar. Lalu apalagi ? “
Uh.. ya. Pohon itu juga memiliki ratusan bahkan ribuan macam bunga yang mekar di setiap cabangnya ! “
Sang filsuf mengangguk tanda setuju sambil mengelus jenggotnya.
“ Ingat nak, kau akan menemukan pohon Kebijaksanaan itu, dengan ribuan bunga yang mekar, setelah kau menanam ribuan kebajikan di muka bumi ini. “
Anak lelaki itu memutar-mutar bola matanya lagi dan berpikir keras..
“ Lalu, apa yang harus kulakukan sesampainya aku di sana , wahai ayahanda ? “
Heheh. Begitu kau telah menemukan pohon Kebijaksanaan itu, berarti tugasmu hampir usai. Hal yang paling terpenting yang mesti kau lakukan berikutnya adalah..eh.. “ sang filsuf terbatuk- batuk lagi. Suaranya kian parau.
“ Ya, ayah, beritahu padaku, maka tugasku selanjutnya adalah..? “

 Menjemput Malaikat
 
Setelah kematian sang ayahanda yang mengharubiru, anak lelaki itu memutuskan untuk serta merta mengubah hidupnya menjadi seorang pengelana.

Ia membawa perbekalan secukupnya berupa selembar pakaian, sebuah buku dan pena. Anak lelaki itu menjelajah ke desa-desa, kota-kota dan setiap tempat yang belum pernah dijangkaunya selama ini. 

Menjalani kehidupan demikian tidaklah mudah. Tetapi di situlah ia merasakan sebuah perubahan besar. Dan ia berjanji, untuk selalu mencatatkan hari-hari yang dilaluinya di dalam sebuah buku.
Hari ke 30. Atau sebulan. Ng..sebulan kurang satu hari karena bulan ini diakhiri oleh tanggal 31. aduh…
Anak lelaki itu menggaruk-garuk kepalanya.

‘ Tiga puluh hari telah kujalani sebagai seorang pengelana. Aku bersyukur pada Tuhan, karena masih memberikan keselamatan bagiku. Bahkan, terimakasih juga kuhaturkan pada seekor domba yang memberiku rejeki hari ini.Maksudku..rejeki itu tetaplah dari Tuhan, namun datang melalui domba gemuk itu. Maksudku.. pemilik domba itu. ADUH..’

Anak lelaki itu berhenti sejenak, demi meratapi isi tulisannya yang agak kacau. Lalu ia meneruskan.
‘ Andaikan bulu domba itu tidak perlu dicukur, maka aku tidak makan enak hari ini. Eh.. hubungannya adalah.. pemilik domba itu telah berbaik hati untuk mengupahku tadi siang, yang mana akibatnya.. bukan..yang dikarenakan aku telah berhasil…’

Lalu anak lelaki itu geleng-geleng sendiri menyadari jalan pemikirannya yang tidak runut. Bahasanya pun semakin rancu.
‘ Akhir dari tulisan ini adalah, terimakasih wahai pemilik domba, semoga Tuhan memberkatimu. ‘
Wah, aku lupa untuk mendoakan domba gemuk itu agar terberkati Tuhan! Ujar anak lelaki itu dalam hati.

‘ Eh.. tunggu, rupanya tulisan ini belum berakhir. Kebajikan yang kurasakan hari ini seperti biasanya..TIDAK ADA. Aku bingung, seperti apa rupa dan laku kebajikan itu. Apakah ini pertanda aku akan gagal menemukan pohon Kebijaksanaan itu ? ‘

Begitulah, hari berganti. Bulan berlalu dan musim pun terus berubah. Anak lelaki itu telah lama tumbuh dan menua menjadi sosok lelaki berjanggut. Namun ia masih juga belum mengerti mengapa ia harus menjemput malaikat.  Tidak juga lelaki itu menemukan dirinya melakukan kebajikan seperti yang dipetuahkan oleh ayahnya. Padahal menurut sang filsuf, ia harus menanam seribu kebajikan di muka bumi, barulah ia bisa menemukan pohon Kebijaksanaan dengan seribu macam bunga mekar di dahannya. Dan tepat di situlah ia akan menjemput malaikat.

Ya. Menjemput malaikat.

Di satu hari yang begitu terik, lelaki tua yang mencari pohon Kebijaksanaan itu merasa amat kelelahan. Ia baru saja meninggalkan sebuah desa yang melepas kepergiannya dengan pilu. Begitu besarnya rasa cinta para warga desa, sampai-sampai beberapa dari mereka berniat untuk menjadi pengikut dari lelaki tua itu.
Biarkan kami jadi pengikutmu, wahai manusia saleh..

Namun, sang pengelana itu menolak. Menurutnya, ia mesti berjalan sendiri untuk menemukan pohon Kebijaksanaan itu. Dan sesampainya di sana, maka ia akan menjemput malaikat..
Karena langit seperti tak berawan, hingga panas matahari terasa begitu menyengatnya, maka sang pengelana memutuskan untuk berteduh sejenak di satu pohon besar nan rindang. Ia sungguh letih. Bahkan ia teramat rapuh untuk melanjutkan perjalanan. Ia merasa bahwa di akhir hidupnya tinggallah kesia-siaan. Maka gagal sudah upayanya selama ini untuk memenuhi petuah terakhir dari  ayahnya.
Rasa haus mendera. Sang pengelana menengadah ke atas untuk melihat apakah hari ini akan turun hujan. Akan tetapi yang dilihatnya bukan awan mendung. Melainkan rimbunan bunga. Bermacam bunga yang pernah mekar di dunia. Dan bebungaan itu tumbuh melekat di dahan pohon. Pohon.. Kebijaksanaan!
EUREKA!!
Akhirnya aku menemukannya!

Tubuh rentanya bergejolak lagi, terbakar sukacita. Lantas, sosok bercahaya itu datang..
“ Nah.. kau.. pasti malaikat, bukan ? Ayahku telah menceritakan hal ini sekian lamanya. “
Sosok bercahaya itu mengangguk.

Sang pengelana lantas bersorak dalam hati. Akhirnya..
“ Kalau begitu, kemarilah, apakah kau sudah siap, aku akan menjemputmu ! “ ujar sang pengelana tua pada malaikat.

“ Apa maksudmu ? Wahai pengelana tua ? Akulah yang seharusnya bertanya mengenai kesiapanmu, karena AKUlah yang datang kemari untuk MENJEMPUTMU!”

“ Wahai malaikat agung.. rupanya kau tidak mengerti bahwa aku telah menerima petuah dari sang filsuf..”

“ Kau lah yang tidak mengerti wahai pengelana.. “

Apa yang tidak aku mengerti ? sang lelaki tua bertanya dalam hati.

“ Petuah sang filsuf itu , mengenai pohon Kebijaksanaan, ataupun istilah menjemput malaikat, semua itu hanyalah kiasan saja. Kini, bersiaplah wahai pak tua, aku akan membawamu pergi ke tempat yang lebih indah..”

Sang pengelana tua itu mengangguk angguk meski masih ada sedikit keraguan dalam hatinya.

“ Tunggu sejenak wahai malaikat.. sebelum kau membawaku pergi, aku ingin bertanya sesuatu..pertanyaan terakhir dalam hidupku. “

Sang malaikat menyilahkan dengan takzim.

“ Aku tak pernah sekalipun menanam kebajikan di muka bumi ini, namun mengapa aku bisa menemukan pohon Kebijaksanaan ini..? “ sang pengelana bertanya dengan napas pendek-pendek. Sesak menjalari dadanya yang cekung.

“ Justru karena kau MENGABAIKAN semua kebajikan yang kau perbuat, maka akhirnya kau bisa menemukan pohon Kebijaksanaan ini. Begitulah semestinya seorang bijak berlaku..“

Sang malaikat tersenyum penuh keagungan.
Ia membawa serta sang pengelana tua bersamanya, menuju keabadian..

sumber : http://fiksi.kompasiana.com/cerpen/2012/05/11/menjemput-malaikat-di-pohon-kebijaksanaan/

Friday, May 18, 2012

CINTA

Cinta itu seperti kupu-kupu. Tambah dikejar, tambah lari. Tapi kalau dibiarkan terbang, dia akan datang disaat kamu tidak mengharapkannya. Cinta dapat membuatmu bahagia tapi sering juga bikin sedih, tapi cinta baru berharga kalau diberikan kepada seseorang yang menghargainya. Jadi jangan terburu-buru dan pilih yang terbaik.

Cinta bukan bagaimana menjadi pasangan yang “sempurna” bagi seseorang. Tapi bagaimana menemukan seseorang yang dapat membantumu menjadi dirimu sendiri.

Jangan pernah bilang “I love you” kalau kamu tidak perduli. Jangan pernah membicarakan perasaan yang tidak pernah ada. Jangan pernah menyentuh hidup seseorang kalau hal itu akan menghancurkan hatinya. Jangan pernah menatap matanya kalau semua yang kamu lakukan hanya berbohong.
Hal paling kejam yang seseorang lakukan kepada orang lain adalah membiarkannya jatuh cinta, sementara kamu tidak berniat untuk menangkapnya…

Cinta bukan “Ini salah kamu”, tapi “Ma’afkan aku”. Bukan “Kamu dimana sih?”, tapi “Aku disini”. Bukan “Gimana sih kamu?”, tapi “Aku ngerti kok”. Bukan “Coba kamu gak kayak gini”, tapi “Aku cinta kamu seperti kamu apa adanya”.

Kompatibilitas yang paling benar bukan diukur berdasarkan berapa lama kalian sudah bersama maupun berapa sering kalian bersama, tapi apakah selama kalian bersama, kalian selalu saling mengisi satu sama lain dan saling membuat hidup yang berkualitas.

Kesedihan dan kerinduan hanya terasa selama yang kamu inginkan dan menyayat sedalam yang kamu ijinkan. Yang berat bukan bagaimana caranya menanggulangi kesedihan dan kerinduan itu, tapi bagaimana belajar darinya.

Caranya jatuh cinta: jatuh tapi jangan terhuyung-huyung, konsisten tapi jangan memaksa, berbagi dan jangan bersikap tidak adil, mengerti dan cobalah untuk tidak banyak menuntut, sedih tapi jangan pernah simpan kesedihan itu.

Memang sakit melihat orang yang kamu cintai sedang berbahagia dengan orang lain tapi lebih sakit lagi kalau orang yang kamu cintai itu tidak berbahagia bersama kamu.

Cinta akan menyakitkan ketika kamu berpisah dengan seseorang lebih menyakitkan apabila kamu dilupakan oleh kekasihMu, tapi cinta akan lebih menyakitkan lagi apabila seseorang yang kamu sayangi tidak tahu apa yang sesungguhnya kamu rasakan.

Yang paling menyedihkan dalam hidup adalah menemukan seseorang dan jatuh cinta, hanya untuk menemukan bahwa dia bukan untuk kamu dan kamu sudah menghabiskan banyak waktu untuk orang yang tidak pernah menghargainya. Kalau dia tidak “worth it” sekarang, dia tidak akan pernah “worth it” setahun lagi ataupun 10 tahun lagi. Biarkan dia pergi…

sumber:  www.untukku.com

Tuesday, May 15, 2012

Paradigma Thomas Khun

Ini adalah tulisan yang bersumber dari http://www.filsafatilmu.com; oleh Ridwan Fendy.

 Paradigma adalah istilah sebuah pandangan ilmiah dalam pemikiran filsuf ilmu Thomas Kuhn. Dia mendefinisikan Paradigma sebagai “Praktek yang mendefinisikan disiplin ilmiah pada beberapa poin dalam waktu.” Paradigma dalam pemikiran Thomas Kuhn adalah sesuatu yang berdasar budaya dan deskrit. Seorang ilmuan pengobatan Cina, dengan ilmu yang mendalam mengenai pengobatan timur, akan memiliki pandangan pemikiran yang berbeda daripada pemikiran seorang peneliti dari barat. Fungsi dari Paradigma menyediakan puzzle bagi para ilmuan. Paradigma sekaligus menyediakan alat untuk solusinya. Ilmu digambarkan oleh Thomas Kuhn sebagai sebuah kegiatan menyelesaikan puzzle.

Thomas Kuhn pertamakali menggunakannya dalam sains, menunjukkan bahwa penelitian ilmiah tidak menuju ke kebenaran. Penelitian ilmiah sangat tergantung pada dogma dan terikat pada teori yang lama. Dalam pemikiran Kuhn paradigma secara tidak langsung mempengaruhi proses ilmiah dalam empat cara dasar.
  1. Apa yang harus dipelajari dan diteliti
  2. Pertanyaan yang harus ditanyakan
  3. Struktur sebenarnya dan sifat dasar dari pertanyaan itu
  4. Bagaimana hasil dari riset apapun diinterpretasikan.
Kuhn mempercayai bahwa ilmu pengetahuan memiliki periode pengumpulan data dalam sebuah paradigma. Revolusi kemudian terjadi setelah sebuah paradigma menjadi dewasa. Paradigma mampu mengatasi anomali. Beberapa anomali masih dapat diatasi dalam sebuah paradigma. Namun demikian ketika banyak anomali anomali yang mengganggu yang mengancam matrik disiplin maka paradigma tidak bisa dipertahankan lagi. Ketika sebuah paradigma tidak bisa dipertahankan maka para ilmuan bisa berpindah ke paradigma baru.

Ketika berada pada periode pengumpulan data maka ilmu pengetahuan mengalami apa yang dikatakan perkembangan ilmu biasa. Dalam perkembangan ilmu biasa sebuah ilmu pengetahuan mengalami perkembangan. Ketika Paradigma mengalami pergeseran maka itu disebut masa revolusioner. Ilmu dalam tahap biasa bisa dikatakan sebagai pengumpulan yang semakin banyak dari solusi Puzzle. Sedangkan pada tahap revolusi ilmiah terdapat revisi dari kepercayaan ilmiah atau praktek.

Sumber Bacaan:
  • http://plato.stanford.edu/entries/thomas-kuhn/
  • http://www.experiment-resources.com/what-is-a-paradigm.html


Paradigma

Dalam menjalani kehidupan ini, kita sering kali menyaksikan konflik yang terjadi antara dua orang, dua kubu atau dua golongan. Entah itu di televisi, di koran atau melihatnya secara langsung. Bahkan mungkin kita sendiri juga pernah berada di tengah konflik ini. Konflik atau perselisihan yang terjadi di muka bumi ini pada dasarnya berawal dari satu hal yang dinamakan “perbedaan”. Perbedaan persepsi dalam memandang suatu persoalan. Persoalan adalah kejadian yang menghasilkan stimulus atau sesuatu yang merangsang seseorang untuk bereaksi. Reaksi ini disebut respon.

 Apakah proses dari stimulus menjadi respon itu terjadi secara langsung seperti yang digambarkan dalam ilustrasi di bawah ini?
Kenyataannya, dua orang yang berbeda dalam menghadapi persoalan yang sama, ternyata memberikan respon yang berbeda pula. Contohnya, dua orang yang sama-sama mobilnya diserempet oleh mikrolet, bisa memberikan respon yang berbeda. Yang satu mungkin akan turun dari mobilnya, marah-marah dan minta ganti rugi kepada sopir mikrolet, sedangkan yang satu lagi mungkin hanya akan diam saja dan membiarkan kejadian tersebut berlalu. Terlepas dari sikap mana yang benar, contoh di atas menunjukkan bahwa ada satu hal lagi yang tidak kalah pentingnya dalam menentukan respon seseorang, yaitu “paradigma”.


Paradigma berfungsi sebagai “jendela” dalam kita melihat sebuah persoalan. Ibaratnya jendela yang memiliki kaca, hanya akan berfungsi baik jika kita bisa menjaga agar kaca jendela tersebut selalu jernih. Alkisah diceritakan ada seseorang yang setiap hari selalu menceritakan kejelekan orang lain. Di mata dia, semua orang itu salah, tidak ada yang benar. Setelah diteliti, ternyata bukan orang lain yang mempunyai kejelekan, melainkan “jendela” yang dia gunakan untuk melihat dunia ini ternyata penuh dengan debu tebal, sehingga ke mana pun dia melihat, yang dilihat adalah kekotoran.

Selain menjaga agar kaca jendela selalu jernih, posisi jendela juga harus diletakkan di tempat yang tinggi. Kenapa harus begitu? Posisi jendela yang tinggi membuat kita bisa melihat setiap persoalan yang ada secara lebih utuh. Ibaratnya Anda sedang melihat kemacetan Jakarta dari puncak gedung tertinggi. Anda akan tahu dari mana kemacetan itu dimulai dan sampai di mana kemacetan tersebut akan berakhir, bahkan mungkin jika Anda jeli, Anda pun bisa tahu kejadian-kejadian penting yang terjadi di jalan raya, misalnya ada kecelakaan, pohon tumbang, dan lain sebagainya. Posisi jendela yang tinggi membuat kita melihat persoalan dari berbagai macam perspektif yang berbeda, sehingga respon yang kita berikan akan jauh lebih baik.


Perbedaan respon dari dua orang atau dua kubu dalam menyikapi sebuah persoalan sebenarnya disebabkan oleh perbedaan paradigma yang dimiliki keduanya. Memaksakan agar respon orang lain sama dengan respon kita itu bukan solusi terbaik. Kalaupun berhasil, itu hanya akan bertahan sementara. Jika tidak berhasil, justru makin memperuncing konflik. Satu-satunya cara adalah dengan cara merubah paradigma orang lain, walaupun hal itu sangat sulit.
Paradigma yang dimiliki seseorang sangat dipengaruhi oleh banyak hal, antara lain pendidikan, agama, keyakinan, kepercayaan, pergaulan, media massa, televisi, buku, dan lain-lain.
Pakar kepemimpinan Stephen Covey pernah mengatakan, “If you want small changes, work on your behavior. But if you want quantum-leap changes, work on your paradigm.” Kalau Anda menginginkan perubahan kecil dalam hidup, garaplah perilaku Anda. Tapi jika Anda menginginkan perubahan besar dan mendasar, garaplah paradigma Anda.

(sumber :  http://fourplay1978.wordpress.com/2010/08/06/paradigma-adalah-jendela-kita-menatap-dunia/); sangat berterima kasih kepada sumber diatas karena keterbatasan saya dalam transfer bahasa dan karena niat baik share ilmu dan pengetahuan dari beliau yang lebih memehami masalah ini membuat kita dapat membaca tulisan yang memberai kita inspirasi untuk belajar.




Saturday, May 12, 2012

Yang dari kampus untuk dibagi

Jejeran pasukan semut merah dari kampus
Yang dari kampus untuk dibagi..kira-kira seperti itulah salah satu isi Tri Dharma Perguruan Tinggi tempat saya dahulu kuliah (gaak dulu dulu amat sihhhh..sok tua padahal cuman lima bulan yang lalu juga kok...aik..aik..aik....) Tiap tahun dalam dua semester itu pastinya akan ada ratusan mahasiswa berpakaian merah yang tersebar ke beberapa kabupaten di Sulawesi Selatan (kayak semut merah....kalau naik angkutan bus tanpa AC jadinya semut merah keringatan....semut merahnya sihh hanya kayak..tapi keringatnya sama aja sama keringat semut...bener gak???kalau keringatnya bener tapi kalau semut yang berkeringat gak tau jugaaa yaaa.....wkwkwkwk).

Ini namanya Kuliah Kerja Nyata (KKN), mahasiswa diberi tugas memberikan program kerja yang sinergis dengan disiplin ilmu yang dibawanya...yaaa jadi ramee...walau pun konteksnya sinergis dengan disiplin ilmu..namun realitanya bahwa masyarakat menjalani kehidupan dengan persoalan yang kompleks..dari kesehatan, lingkungan, sosial masyarakat, dan pendidikan serta perekonomian mupun fasilitas umum, namun yang paling pokok tetaplah problem pendidikan dan kesehatan beserta fasilitasnya. 

KKN = 2 bulan memberi/membantu mengurangi persoalan yang dialami masyarakat, menjadi akrab dengan masyarakat dan menjadi familiar dengan problem mereka, tidak sedikit yang mengeluhkan kesehatan dan pendidikan dan juga perekonomian serta fasilitas, namun pasukan KKN itu tetaplah hanya status mahasiswa yang dengan keterbatasan dan kemampuannya yang sebatas mahasiswa juga.
Biopori untuk lingkungan
walaupun photo ini bukan saya tetapi saya yang menulis semua yang ada di papan tulis..wkwkwk
Banyak cerita di KKN..apalagi kalau ada acara nikahan dan acara syukuran yang dilakukan di daerah KKN....yaaaa jadi rempong dehhhh....tambah lagi dengan makanan-makanan di daerah yang enaknya berbeda jauh dengan yang ada di kota....(enak sihh karena Graaatiiissssss.....hohohhooo).. Bukan hanya itu, sumber daya alam pun ikut berperan serta dalam KKN...hahahaa.....mahasiswa sangat suka makan-makan...kapan lagiiii dapat hasil alam semacam kelapa muda, dlll kalau gak di desa-desa...soalnya di kota rasa hasil alamnya berbeda..soalanya mahal dan udah direkayasa masa berbuahnya alias dikarbit..yang tadinya 2 mgu lagi harus matang..eh..buahnya bisa 2 hari kemudian udah mateng......yaaa agak malu juga sih dengan sikap menghajar hasilalam di desa..soalnya muncul istilah dari orang desa kalau anak KKN itu Kaluku, Kaniki, Nanremaneng.....artinya kelapa, pepaya, dimakan semua...hohohhohoo.......yaa itulah mahasiswa...jangan dinilai dari sikap yang memekan segala...tetapi mari lihat seberapa rela mereka tinggal di kampung selama 2 bulan tuk menemani masyarakat tambah lagi mengabdi.......heheheeeeeee

Inilah sedikit cerita dari kenangan saat KKN yang baru teringat lagi saat ini padahal udah lama berlalu, kasihani lah kami yang hanya bisa mengingat dan bercerita yang lalu-lalu dan apresiasilah kepada mereka yang sementara melakukan hal-hal yang baik untuk sesamanya.....

Domino dan Mahasiswa

 Permainan domino memiliki pertalian khusus dengan mahasiswa, walau pun sebenarnya hanya lah mahasiswa senior (mhasiswa tua..heheee) yang paling tahu  perasaan nikmatnya bermain permainan ini. Seperti halnya permainan yang lain yang bersifat candu seperti itulah yang terjadi pada permainan domino.
Saya lebih tertarik dengan permainan domino dibanding memilih permaian catur dan permainan kartu remi. Mengapa demikiaaaaannnnnn??timbul pertanyaan.......hohohhooo...bagaimana tidak, saya paling malas bermain catur soalnya memberi kesan yang sangat serius dan malahan bagi banyak orang menganggap itu permainan jenius...kalau main catur..image atw kata anak sekarang "imeeJJ" yang saya bawa itu..saya serasa se-usia dengan ayah saya...HHmmm...(sebagai anak muda..ber-image tua itu mengerikan lohhh...). 

Lain lagi dengan kartu remi....entah kenapa..kalau main kartu remi itu serasa akan dikejar-kejar polisi setelah pulang dari main kartu remi, entah kenapaa yaaaa kalau main kartu remi itu bawaannya mau curang ajaaa...selain itu juga serasa menjadi penjudi (perlu dijelaskan niihh sepertinya....saya mengetahui model penjudi itu sendiri yaaa dengan menilai dari media dan lingkungan mengenai bagaimana permainan judi itu..jadiiiii bukan karena pernah mengalami looohhhh...) padahal hanya bermain tuk menghabiskan waktu kosong (emang ada waktu yang kosong????waktu kan tetap berisi satuan menit dan detik...).

Mengapa domino??? Permainan domino itu emang paling asiikk..paling asiik kalau dimainkan bersama teman partner kuliah atau partner kocak teman bergaul....entah kenapa domino selalu memberi sensasi reLaaaaakkksss dan humoriissssss.....selain itu, domino juga sangat mudah dipacking...bisa dikantongi atau bila malu-malu terlihat oleh orang lain...domino sangat mudah disembunyikan....hahahaaa....

Dalam aturan umum permainan domino, pemain yang bisa menghabiskan kartunya terlebih dahulu, dianggap sebagai pemenang. Sedangkan pemain kedua, ketiga, dan keempat, akan dihitung sisa angka yang masih dipegang. Pemain yang memegang sisa angka terbesar dianggap sebagai pihak yang kalah. Saat kartu hasil kocokan dibuka, penentuan nasib segera dimulai. Pemain yang banyak mendapat kartu berangka kembar (balak), boleh dikata kurang beruntung. Apalagi kalau balak yang didapat berjumlah besar, seperti 6-6 (12) atau 5-5 (10). Kartu balak bisa menjadi kartu mati, jika lawan selalu menutup keenam kartu lainnya. Semisal, balak 6 akan menjadi kartu mati, jika setiap turunnya kartu 1-6, 2-6, 3-6, 4-6, dan 5-6, selalu ditutup oleh pihak lawan. Hal inilah yang menyebabkan setiap pemain akan secepat mungkin menurunkan kartu balak dari tangannya. Walaupun begitu, mendapatkan kartu yang berangka kecil-pun, belum tentu kemenangan akan mudah diraih. Biasanya pemain akan lebih senang mendapatkan kartu dengan angka-angka yang terdistribusi merata, karena dengan ini si pemain dapat menjawab setiap angka yang ditawarkan lawan.
Pemain yang mendapatkan empat atau lima kartu berseri, menjadi pihak yang paling beruntung. Kemungkinan besar dia akan menguasai jalannya permainan, hingga akhirnya meraih kemenangan. Semisal, seorang pemain mendapatkan lima kartu berseri 1 : 1-0, 1-1, 1-3, 1-5, dan 1-6, maka angka 1 itu akan menjadi kunci untuk meraih kemenangan. Keberuntungan tidak sebatas itu saja. Pemain yang mendapatkan model kartu semacam ini, dapat pula mendikte permainan lawan, dengan memberikan kesempatan atau menutup laju lawan yang ia kehendaki.
Teknik lain memenangkan permainan ialah dengan cara mengadu kartu. Yaitu teknik menghentikan permainan dengan membuat angka kembar di kedua belah sisi. Teknik ini memang mengandung resiko, karena pemain yang mengadu kartu (pihak penantang) harus memiliki sisa angka paling kecil di antara pemain-pemain lainnya. Jika kondisi ini tak terpenuhi, maka pihak penantang akan menjadi pihak yang kalah.


Berkenalan dengan Pesawat Jet


Pesawat jet adalah pesawat terbang yang menggunakan mesin jet. Tidak seperti pesawat baling-baling, pesawat jet umumnya terbang pada ketinggian 10.000 sampai 15.000 meter. Pada ketinggian ini, pesawat jet dapat mencapai efisiensi maksimum.

Pesawat terbang, adalah salah satu obyek yang selalu menarik untuk disimak. Kali ini kita akan melihat perkembangan salah satu "organ vital" pesawat terbang yaitu mesin pendorong yang berjenis mesin Jet atau dalam dunia penerba­ngan biasa disebut Aircraft Power Plant.


Prinsip Prinsip Daya Dorong Jet
Jet artinya pancaran atau semprotan.Konsep reaksi Jet pertama kali dipercaya oleh para ilmuwan dari sebuah alat permainan di negeri Romawi kuno yang dikenal dengan sebutan Hero's Engine. Alat permainan ini dipercaya dibuat pada masa 120 tahun SM. Alat ini menggambarkan bahwa gaya/momentum (berupa uap) yang dikeluarkan oleh mulut Jet itu mampu menghasilkan reaksi yang sama besar dengan daya dorong Jet itu sendiri.Kedua Jet kecil itu memancarkan tekanan yang berakibat kedua Jet itu bergerak berputar putar. Kemudian hasilnya Hero's Engine-pun berputar oleh dorongan kedua Jet itu.

Ilmuwan Fisika terkenal, Sir Isaac Newton juga merumuskan dalam hukumnya yang ketiga, hukum Aksi dan Reaksi. Hukum itu menyatakan "Setiap gaya yang beraksi pada suatu benda, akan menghasilkan reaksi gaya yang berlawanan arah yang sama besarnya". Dari sinilah para insinyur penerbangan memulai bekerja menciptakan suatu Mesin Jet yang menjadi tenaga pendorong pesawat terbang.

Tahun 1913 seorang insinyur Perancis bernama Rene Lorin, mematenkan sebuah konsep Mesin berdaya dorong Jet. Tetapi ini ternyata barulah sebuah teori, karena pada masa itu belum ada manufaktur atau produsen yang mampu membuat mesin Jet yang berdasar pada teori ini, meskipun saat ini ternyata Ram Jet (salah satu metoda mesin Jet modern) menggunakan konsep Lorin ini.

Tahun 1930 Frank Whittle dipercaya telah mematenkan karyanya, yaitu sebuah mesin gas turbin yang menghasilkan daya dorong Jet. Tetapi inipun masih berupa teori juga. Mesin gas turbin ini baru selesai sebelas tahun kemudian olehnya melalui uji terbang terlebih dahulu.Konsep mesin gas turbin bertipe Turbo Jet buatan Frank Whittle ini kelak dipakai oleh salah satu manufaktur Mesin Jet terkemuka di dunia yaitu Rolls-Royce Welland.

Beberapa Metoda Daya Dorong Jet
Semua jenis mesin Jet sebetulnya sama. Yaitu sama-sama dihasilkan dari bahan bakar dicampur udara yang telah dimampatkan lalu dibakar, sehingga menghasilkan energi berupa daya dorong untuk terbang. Perbedaannya hanyalah pada "cara memasak" bahan bakar plus udara dan pembakarannya saja. Cara memasak diatas disebut Metoda. Bebe­rapa Metoda itu adalah Ram Jet,Pulse Jet,Rocket,Gas Turbine,Turbo/Ram Jet atau Turbo Rocket.
Masing masing metoda daya do­rong Jet diatas memiliki keunggulan dan kekurangan sendiri-sendiri.Tergantung tujuan dan keperluan penggunaannya. Untuk kepentingan pesawat terbang militer tentunya berbeda dengan kepentingan pesawat komersial.
(Sumber http://www.kaskus.us/showthread.php?t=13073005)

Baca Juga "Bahaya Burung Bagi Penerbangan Pesawat Jet" di http://zonateknologi.wordpress.com/page/11/

Friday, May 11, 2012

Kumpulan Surat RA.Kartini

Daripada mati itu akan tumbuh kehidupan baru
Kehidupan baru itu tiada dapat ditahn-tahan, dan meskipun sekarang dapat ditahan-tahan, besoknya akan tumbuh juga dia, dan hidup makin lama makin kuat makin teguh 
(dikutip dari surat kartini yang tiada diumumkan)

"Semangat zaman pembantu dan pembela saya, dimana-mana memperdengarkan gemuruh langkahnya;gedung tua kukuh dan dahsyat, tergoyang pada sendirinya ketika semangat zaman itu menghampiri pintu yang dipalang dan dijaga kuat-kuat itu, lalu terbuka lah setengahnya seolah-olah dengan sendirinya, yang lain dengan amat susahnya, tetapi terbuka, semua mesti terbuka dan tamu yang tidak disukai itu pun masuklah!" (Surat kepada Nona Zeehandelaar, 25 Mei 1899).

"Yang berubah itu sebenarnya di dalam diri kami, maka disinarinyalah segala yang ada dengan cahayanya." (Surat kepada Nyonya Ovink-Soer, 1900).

"Surat itu penting benar dalam hidup kami; hampir semuanya kami peroleh dengan berkirim-kiriman surat itulah; bila tiada pernah berkirim-kiriman surat itu, tiadalah akan sampai kami berani meninggalkan adat kebiasaan yang telah ber-abad-abad lamanya itu. Amatlah banyaknya barang yang indah jelita dan berharga yang datang kepada kami dengan perantaraan post, mutiara intan pertama bagi otak dan hati." (Surat Kepada Tuan E.C. Abendanon, 8 Agustus 1902)
DiRundung Cita-Cita,
Dihambat Kasih Sayang

Jepara, 25 Mei 1899
(Nona Zeehandelaar)

Ingin benar hati saya berkenalan dengan seorang anak gadis modern, gadis yang berani, yang sanggup tegak sendiri, gadis yang sukai dengan hati jantung saya, anak gadis  yang melalui jalan hidupnya dengan langkah yang tangkas, dengan riang suka hati, tetap gembira dan asyik, yang berdaya upaya bukan  hanya untuk keselamatan bahagia dirinya sendiri saja, melainkan juga untuk masyarakat yang luas besar itu, yang ikhtiarnya pun akan membawakan bahagia kepada banyak sesamanya manusia. Bernyala-nyala hati saya, gembira akan zaman baru, ya, malahan bolehlah say katakan, menilik pikiran dan rasa, saya tiada serasa dengan zaman di Hindia ini, melainkan saya telah hidup di zaman saudara saya perempuan bangsa kulit putih yang giat hendak kemajuan, di Barat yang jauh itu.
Bila boleh adat lembaga negeri saya, inilah kehendak dan upaya saya, ialah menghambakan diri semata-mata kepada daya upaya dari usaha kaum muda di Eropa. Tetapi, adat kebiasaan yang sudah berabad-abad itu, ada yang tidak merombaknya itu, membelenggu dalam genggamannya yang amat teguh. Suatu ketika akan terlepas jua kami dari genggaman itu, akan tetapi masa itu masih jauh lagi, bukan main!
Akan tiba juga masa itu, itu saya tahu tetapi tiga empat keturunan lagi. Aduh, tuan tiadala tahu betapa sedihnya, jatuh kasih akan zaman muda, zaman baru, zaman mu, kasih dengan segenap hati jiwa, sedangkan tangn dan kaki terikat, terbelenggu pada adat istiadat dan kebiasaan negeri sendiri, tiada mungkin meloloskan diri dari ikatannya. Dan adat kebiasaan negeri kami sungguh-sungguh bertentangan dengan kemauan zaman baru, zaman baru yang saya inginkan masuk ke dalam masyarakat kami. Siang dan malam saya pikir-pikirkan, saya heningkan day upaya supaya boleh terlepas juga daripada kongkongan adat istiadat negeri saya yang kers itu, akan tetapi…adat timur lama itu benar kukuh dan kuat, tetapi dapat juga rasanya saya lebur, saya patahkan, sekiranya tidak ada ikatan yang lebih kukuh dan kuat daripada adat lama manapun juga menambat saya kepada dunia saya; yaitu kasih saying saya kepada mereka yang melahirkan dan membesarkan saya; jika tidak karena mereka itu tidaklah tercapai oleh saya segala apa yang ada pada saya….boleh kah, berhak kah saya memilukan hati mereka itu, mereka yang selama hiudp saya, selalu dengan kasih saying dan hati baik, memelihara saya dengan susah payahnya? Saya akan merusakkan hatinya, bila saya turutkan kata hati saya, jika saya penuhi segala yang jadi hasrat seluruh jiwa saya, setiap detik, sepanjang masa.
Bukan hanya suara dari luar saja, suara yang dating dari eropa yang beradab, yang hidup kembali itu, yang dating masuk ke dalam hati saya, yang jadi sebab saya ingin supaya keadaan yang sekarang ini berubah. Pada masa saya masih kanak-kanak, ketika kata “emansifatie” belum ada bunyinya, belum ada artinya bagi telinga saya, serta karangan dan kitab tentang pasal itu masih jauh dari jangkauan saya, telah hidup dalam hati saya suatu keinginan, yang makin lama makin besar: keinginan akan bebas, merdeka, berdiri sendiri. Keadaan sakeliling saya, memuliakan hati, menerbitkan air mata karena sedih yang tak terkatakan, keadaan iotulah yang membangunkan keinginan hati saya itu. Dan karena suaran yang dating dari luar yang tiada putus-putusnya sampai kepada saya, keras maikn keras jua, maka bibit yang ada dalam hati saya, yaitu perasaa yang merasakan duka nestapa oaring lain yang amat saya kasihi, tumbuhlah sampai berurat berakar, hidup subur serta dengan rindangnya…..
Kami, gadis-gadis masih terantai kepada adat istiadat lama, hanya sedikitlah memperoleh bahagia dari kemajuan pengajaran itu. Kami anak perempuan pergi belajar ke sekolah, keluar rumah tiap-tiap hari, demikian itu saja sudah dikatakan amat melanggar adat. Ketahuilah, bahwa adat negeri kami melarang keras gadis keluar rumah. Ketika saya sudah berumur dua belas tahun, lalu saya ditahan di rumah-saya mesti masuk “tutupan”; saya dikurung di dalam rumah, seorang diri, sunyi senyap terasing dari dunia luar. Saya tiada boleh keluar ke dunia itu lagi, bila tiada serta seorang suami, seorang laki-laki yang asing sama sekali bagi kami, dipilih oleh orang tua kami untuk kami, dikawinkan dengan kami, sebenarnya dengan tiada setahu kami…..
            Empat tahun yang tak terkira lamanya, saya berkhalwat diantara empat tembok tebal, tiada pernah sedikit jua pun melihat dunia luar. Betapa saya dapat menahan kehidupan yang demikian, tiadalah saya tahu hanya yang saya ketahui, masa itu amat sengsaranya.
            Akan teptapi, semangat zaman pembantu dan pembela saya, dimana-mana memperdengarkan gemuruh langkahnya; gedung tua kukuh dan dahsyat, tergoyang pada sendirinya ketika semangat zaman itu menghampiri pintu yang dipalang dan dijaga kuat-kuat itu, lalu terbukalah, setengahnya seolah-olah dengan sendirinya, yang lain dengan amat susahnya, tetapi terbuka, semua mesti terbuka dan tamu yang tidak disukai itu pun masuklah!
            Kemana ia pergi, di sana kelihatan bekas jejaknya. Akhirnya, waktu berumur enam belas tahun, maka barulah saya melihat dunia luar itu kembali. Syukur! Syukur! Sebagaimana seorang merdeka boleh lah saya tinggalkan terungku saya, dan tiada berikat kepada seorang suami yang dipaksakan saja kepada saya.
            Akan tetapi, hati saya belum puas, sekali-sekali belum lagi. Jauh, tetaplah lebih jauh lagi dari itu yang saya kehendaki. Bukan, bukan keramalan, bukan bersuka-suka hati yang saya ingini, tiada pernah yang demikian itu terkandung dalam cita-cita hati saya akan kebebasan. Saya berkehendak bebas supaya saya boleh dapat berdiri sendiri, jangan bergantung kepada orang lain, supaya jangan….jangan sekali-kali dipaksa kawin.
            Tetapi kawin, kami mesti kawin, mesti, mesti! Tiada bersuami adalah dosa yang sebesar-besar dosa yang mungkin diperbuat seorang perempuan Islam, malu yang sebesar-besar malu yang mungkin tercoreng di muka seorang gadis Bumiputra dan keluarganya.
            Dan kawin disini, aduh, dimanakah azab sengsara masih terlalu halus! Betapa nikah itu tiada akan sengsara, kalau hak semuanya bagi keperluan laki-laki saja dan tiada sedikit jua pun bagi perempuan? Kalau hak dan pengerjaan kedua-duanya bagi laki-laki semata-mata kalau semua-muanya dibolehkan dia perbuat?
            Cinta, apakah kami ketahui tentang perkara cinta itu? Betapa kami akan mungkin sayang akan seorang laki-laki dan seorang laki-laki kasih akan kami, kalau kami tiada berkenalan, bahkan yang seorang tiada boleh melihat yang lain? Anak gadis dan akan muda dipisahkan benar-benar……
            Di dalam masyarakat Bumiputra, syukurlah belum lagi perlu kami memerangi setan minum, tetapi, saya kuatir, apabila nanti, maafkanlah saya, peradaban Barat telah berkedudukan yang tetap di sini, kami akan terpaksa pula berjuang kejahtan itu. Perdabanmemberi berkah, tetapi ada pula buruknya. Pikiran saya, suka meniru itu sudah menjadi tabiat manusia.
            Orang kebanyakan meniru kebiasaan meniru orang baik-baik; orang baik-baik itu meniru perbuatan orang yang lebih tinggi lagi, dan mereka itu meniru yang tertinggi pula ialah orang Eropa. Peralatan bukan peralatan namanya, jika tidak ada minuman kerasnya.
            Di negeri saya ini adalah kutuk, lebih jahat lagi daripada minuman keras itu? Candu! Alangkah sengsaranya negeri bangsa ku oleh benda laknat itu, tiada dapat dikatakan. Candu itu penyakit sampar Pulau JAwa. Bahkan, lebih ganas lagi dari pada sampar itu.
            Benar juga kata orang; candu itu adalah jahat, selama ada uang pembeli racun itu; tetapi bila tiada dapat mengisap lagi, tidak ada uang pembelinya, sedang badan sudah menjadi hamba madat, maka sangat berbahaya lah orang itu, celaka lah dia! Oleh perut lapar orang jadi pencuri, tetapi oleh tagi akan candu orang menjadi pembunuh. Kata orang disini : mula-mulanya madat itu jadi nikmat bagi engkau, tetapi kesudahan nya dialah yang menelan engkau. Dan perkataan itu sungguh-sungguh benar!
            Aduh, Tuhan, ya Tuhan! Sedih hati melihat kejahatan sebanyak itu disekeliling diri, sedang diri tiada berdaya akan menjauhkannya!
…………………………………………………………………………………………..
            Saya tiada tahu berbahasa Prancis, Inggris, dan Jerman, sayang!-adat sekali-kali tiada menginzinkan kami anak gadis tahu berbahasa asing banyak-banyak-kami tahu berbahasa Belanda saja, sudah melampaui garis namanya. Dengan seluruh jiwa saya, saya ingin pandai berbahasa yang lain-lain itu, bukan karena ingin akan pandai bercakap-cakap dalam bahasa itu, melainkan supaya dapat membaca buah pikiran penulis-penulis bangsa asing itu.

18 Agustus 1899
(Nona Zeehandelaar)
            ……………………………………………………….
            Bagi saya hanya dua macam bangsawan; bangsawan pikiran dan bangsawan budi. Tiadalah yang lebih gila dan bodoh pada pemandangan saya daripada melihat orang yang membanggakan asal keturunannya itu. Dimana kah gerangan lebih jasanya, orang yang bergelar graaf “atau baron” Tiada terselami oleh pikiranku yang picik ini.
            Bangsawan dan berbudi boleh dikatakan dua perkataan yang searti! Apabila memangnya orang bangsawan, senantiasa bersifat “bangsawan” maka barulah ada kemuliaannya bagi saya, berasal tinggi itu.
            ……………………………………………………………..
            Sesungguhnya adat sopan santun kami orang jawa amat sukar. Adiku harus merangkak, bila hendak lalu di muka ku. Kalau ada adikku duduk di kursi, apabila aku lalu, haruslah dengan segera ia turun duduk di tanah, dengan menunddukkan kepala, sampaim aku tiada kelihatan lagi. Tiada boleh adik-adik ku berkamu dan berengkau kepada ku, hanya dengan bahasa kromo boleh ia menegur ku, tiap-tiap kalimat yang disebutnya, haruslah dihabisinya dengan sembah.
            Seram bulu, bila kita ada di dalam lingkungan keluarga Bumiputra yang berbangsa. Bercakap dengan orang yang lebih tinggi derajatnya harus perlahan-lahan sehingga orang yang didekatinya saja yang dapat mendengar.
            Seorang gadis harus perlahan-lahan jalannya, langkahnya pendek-pendek, gerakannya lambat seperti siput layaknya. Bila agak cepat, dicaci orang, disebut “kuda liar”. Kepada kakak ku laki-laki maupun perempuan, kuturuti semua adat itu dengan tertibnya, tetapi mulai dari aku kebawah, kami langgar seluruhnya segala adat itu.
            Stella, jangan engakau lihat betapa pergaulan hidup orang bersaudara di kabupaten lainnya: mereka itu bersaudara, semata-mata hanya karena mereka seibu; yang memperhubungkan mereka itu, tiada lain daripada pertalian darah. Perempuan, adik, dan kakak, tinggal bersama-sama, tetapi jarang keliahatan tanda-tanda yang menyatakan bahwa mereka itu berkerabat, lain daripada persamaan raut mukanya.
            Stella, terima kasihku sangatlah besarnya, karena baik pendapat mu tentang kami, orang jawa. Sesungguhnya aku tahu bahwa bagi mu semua manusia, kulit putih dan kulit hitam sama adanya. Orang yang sebenarnya berbudi dan terpelajar semata-mata kebaikanlah saja yang kami dapat darinya. Meskipun orang jawa itu bodoh, tiada berpengetahuan, tiada beradab, semua orang sepikiran dengan engkau, tetap akan ,memandangnya sesame manusia juga, sama-sama dijadikan Allah dengan orang yang beradab itu, ada jugva berhati jantung dan mungkin juga terharu hatinya, sungguh-sungguh pun air mukanya tiada berubah dan pada mata maupun gerak tangannya tiada tampak betapa rasa hatinya.

6 November 1899
(Nona Zeehandelaar)
            Tahu aku, aku akan banyak, banyak benar berjuang lagi, tetapi tiada gentar aku memandang masa yang akan dating. Kembali ke lingkungan ku yang lama, tiada aku dapat, maju lagi, masuk dunia baru itu tiada pula dapat, ribuan tali mengikat aku erat-erat kepada dunia ku yang lama. Apakaah akan jadinya nanti? Aku tiada tahu. Semua orang tahu, mengerti, akan dating juga masanya bahwa kami harus kembali juga hidup seperti dahulu, tetapi kami tiada akan merasa bahagia lagi hidup demikian.
………………………………………………….................
            Aku tiada sekali-kali dapat menaruh cinta. Kalau hendak cinta, pada pendapatanku haruslah ada rasa hormat dahulu, dan aku tiada dapat menghormati anak muda jawa. Manakah aku boleh hormati yang sudah kawin dan sudah jadi bapak, tetapi meskipun begitu, oleh karena telah puas beristrikan ibu anak-anaknya, membawa perempuan lain pula kedalam rumahnya, perempuan yang dikawininya dengan sah menurut hukum Islam? Dan siapa yang tiada berbuat demikian? Dan mengapakah pula tiada akan berbuat demikian? Bukab dosa, bukan kecelaan pula; hokum Islam mengizinkan laki-laki menaruh empat orang perempuan. Meskipun seribu kali orang mengatakan, beristeri empat itu bukan dosa menurut hokum Islam, tetapi, tetap selama-lamanya aku mengatakan itu dosa. Segala pembuatan yang menyakitkan sesamanya, dosalah pada mataku. Betapakah azab sengsara yang harus diderita seorang perempuan, bila lakinya pulang ke rumah membawa perempuan lain, dan perempuan itu harus diakuinya perempuan lakinya yang sah, harus diterimanya jadi saingannya? Boleh disiksanya, disakitinya perempuan itu selama hidupnya sepuas hatinya, tetapi bila ia tiada hendak membebaskan perempuan itu kembali, bolehlah perempuan itu menangis setinggi langit meminta hak, tiada juga akan dapat.
            Mengertikah engkau sekrang apakah sebabnya maka sedangat itu benar benciku akan perkawinan? Kerja yang serendah-rendahnya maulah aku mengerjakannya dengan berbesar hati dan dengan sungguh-sungguh, asalkan aku tiada kawin, dan aku bebas. Tetapi, tiada suatu jua pun boleh dikerjakan, karena menilik kedudukan Bapak.
            Stella, tahukah engkau, betapa sedihnya hati, ingin benar-benar berbuat sesuatu, sedang diri merasa sungguh-sungguh tiada daya berbuat begitu.
            Apabila mahir bahasa Belanda ku, sudah pastilah nasibku di kemudian hari. Terbenanglah pada tempat ku bekerja yang luas, aku pun jadi seorang yang bebas, karena ingatlah, aku orang jawa sejati, tahulah aku semua hal dunia Bumiputra. Betapa juga lamanya seorang Eropa tinggal di Pulau Jawa, tahu hal keadaan Bumiputra sekalipun, tiadalah mungkin juga sama maklumnya dengan orang Bumiputra itu sendiri tentang segalanya yang ada di dunia kami Bumiputra. Segala yang masih gelap da ajaib bagi bangsa Eropa, banyak lagi yang boleh kujelaskan dengan dua tiga patah kata, dan tempat yang tiada boleh didatangi orang Eropa, boleh dimasuki orang Bumiputra sendiri.
            Berbagi-bagi perkara yang pelik-pelik di dunia Bumiputra, yang belum diketahuinya oleh ahli bangsa Hindu yang sepandai-pandainya sekalipun, dapat diterangkan oleh Bumiputra itu.
            …………………………………………………………………………………
            Engkau bertanya, apakah asal mulanya aku terkurung dalam empat tembok tebal. Sangkamu tentu aku tinggal didalam terungku atau yang serupa itu. Bukan, Stella, penjaraku rumah besar, berhalaman yang luas sekelilingnya, tetapi sekitar halaman itu ada tembok tinggi. Tembok inilah yang menjadi penjara kami. Bagaimana juga luasnya rumah dan pekarangan kami itu, bila senantiasa harus tinggal disana, sesak juga rasanya. Teringat aku, betapa kau, oleh karena putus asa dan sedih hati yang tiada terhingga lalu mengempaskan badan ku berulang-ulang kepada pintu yang senantiasa tertutup itu, dan kepada dinding batu bengis itu. Arah kemana juga aku pergi, setiap kali putus juga jalan ku oleh tembok batu atau pintu terkunci.
            …………………………………
            Tiada akan berguna kitab Hilda van Suylenburg diterjemahkan kedalam bahasa Melayu. Siapa yang membaca bahasa itu, kecuali orang laki-laki? Masih sedikit sekali perempuan Jawa yang pandai membaca bahasa Melayu.
            Seluruh dunia kami Bumiputra tentu akan berubah juga; masanya berubah sudah ditakdirkan Allah, akan tetapi apabilakah? Itulah yang menjadi masalah. Ketikanya berubah terbongkar dengan sungguh-sungguh, tiada dapat kami percepat. Apakah sebabnya maka kami benar yang gaduh pikirannya, kami yang hidup daidalam rimba ini, jauh di tanah darat, diujung negeri! Kawan kami disini berkata alangkah baiknya kami tidur dulu seratus tahun lamanya, dan bila kami bangun kembaliu, barulah kami sesuai dengan keadaan masa itu.
            Akan agama Islam, Stella, tiada boleh kuceritakan. Agama Islam melarang umatnya mempercayakannya dengan umat agama lain. Lagi pula, sebenarnya agama ku agama Islam, hanya karena nenek moyang ku beragama Islam. Manakah boleh aku cinta akan agama ku, kalau aku tiada kenal, tiada boleh aku mengenalnya? Qur’an terlalu suci, tiada boleh diterjemahkan kedalam bahasa mana jua pun. Disini tiada orang yang tahu bahasa Arab. Ofrang diajari sini membaca Qur’an, tyetapi yang dibacanya itu tiada ia mengerti. Pikiran ku, pekerjaan gila kah pekerjaan semacam itu, orang diajar disini membaca, tetap tidak diajarkan makna yang dibacanya itu. Sama saja engkau mengajar akan membaca kitab bahasa Inggris, aku harus hafal semuanya, sedangkan tiada sepatah kata jua pun yang kau terangkan artinya kepadaku. Sekalipun tiada jadi orang saleh, kan boleh juga orang jadi baik hati, bukan Stella?
            Dan “hati baik” itulah yang terutama.
            Agama itu maksudnya akan menurunkan rahmat kepada manusia, supaya ada penghubungkan silaturahmi segala makhluk Allah. Sekaliannya kita ini bersaudara, bukan karena kita seibu-sebapak, ialah ibu bapak kelahiran manusia, melainkan oleh karena kita semuanya makhluk kepada seorang Bapak, kepada-Nya, yang bertahta diatas langit. Ya Tuhanku, ada kalanya aku berharap, alangkah baiknya jika tidak ada agama itu, karena agama itu yang sebenarnya harus mempersatukan semua hamba Allah, sejak dari dahuku-dahulu menjadi pangkal perselisihan dan perpecahan, jadi sebab perkelahian berbunuh-bunuhan yang sangat ngeri dan bengisnya. Orang yang seibu-sebapak berlawanan, karena berlainan cara negabdi kepada Tuhan yang Esa itu. Orang yang berkasih-kasihan dengab amat sangatnya, dengan amat sedihnya bercerai-cerai, karena berlainan tempat menyeru Tuhan, Tuhan itu juga, terdirilah tembok membatas hati yang berkasih-kasihan.
            Benarkah agama itu restu bagi manusia? Tanyaku kerap kali kepada diriku sendiri dengan bimbang hati. Agama harus menjaga kita daripada berbuat dosa, tetapi berapa banyaknya dosa diperbuat orang atas nama agama itu!

Pada Kakiku Ternganga Jurang,
Diatas Diriku Melengkung Langit Terang Cuaca

November 1899
(Nyonya Ovink-Soer)
            Kadang-kadang kepada orang lain Bapak bercerita sesuatu hal kami, sama benar dengan yang kami pikirkan, tetapi yang kami diamkan. Heran benarlah kami, betapa Bapak tahu jua semuanya itu, segala barang yang kami pikirkan dalam hati kami sendiri, tiada kami ucapkan kepada orang lain. Sebabnya tentulah karena Bapak sangat sayangnya kepada kami, dan kami saying pula akan bapak. Kadang-kadang Bapak mengherankan kami, Bapak membuka pikiran yang tersimpul di dalam anak hatiku, yang kusangka tiada orang lain yang tahu akan pikiran itu, itulah gerangan yang dinamakan jiwa bersaudara?
            ………………………………………………………………
            Ibuku, nyonya jantung hati, kehendakku balik kembali. Ibu anak-anak ibu merindukan Ibu. Beringinkan Mari yang dahulu balik pula kembali, rindu akan ketika kami bersenang hati bersama-sama dengan Ibu, berjam-jam duduk di kamar Ibu, hati merasa berbahagia, di dalam kamar tempat ibu membiarkan kami membaca dengan senangnya, tempat amat banyak kita mmemperbincangkan perkara, yang senantiasa akan terbayang-bayang diantara kita. Aku rindu akan bercakap-cakap beramah-ramah pula dengan ibu, bercakap-cakap membentangkan kepada si Ibu dengan segala pikiran yang merentak-rentak dalam kepalaku, dan segala perasaan dalam hatiku yang gelisah ini.

12 Januari 1900
(Nona Zeehandelaar)
            Pergi ke Eropa! Sampai nafas ku yang penghabisan akan tetap jadi cita-citaku.
            Sekiranya dapat aku mengecilkan tubuhku hingga aku dapat masuk kedalam sampul surat, pastilah aku turut serta dengan surat ini mengunjungi engkau, Stella, dan abang kesayanganku dan….Diamlah! Cukuplah! Bukan salahku, Stella, di sana sini aku menulis yang bukan-bukan. Gamelan kaca di pendopo lebih tahu akan hal itu. Gamelan itu melagukan lagu kami bertiga. Bukan nyanyian, bukan lagu sebenarnya, hanyalah bunyi dan suara, amat lemah lembutnya, tiada tetap, bergetar tiada berketentuan beterbangan, tetapi alangkah rawannya hati, alangkah indahnya! Bukan, bukan suara kaca, tembaga, kayu, yang naik itu ke udara, melainkan suara yang keluar dari sukma manusia, meresap kedalam hatikadang-kadang keluh kesah, sebentar lagi meratap menangis, sekali-sekali gelak tawa. Dan sukma saya pun terlayang-layang dibawah suara lemah lembut bersih itu, naik keatas, ke dalam udara tipis biru itu, kea wan kapas, ke bintang di langit yang bersinar-sinar: -suara lembap pun naiklah, dan suara itu membimbing akan melalui lembah gelap, jurang dalam, melalui hutan rimba semak belukar yang tiada terlalu! Dan sukmaku gemetar, mengerucut karena takut, karena pedih dan sedih!
            Sudah ribuan ku dengar “Ginonjing” tetaoi tiada satu bunyi, satu suara pun yang lebat dalam ingatanku. Sekarang gamlan itu sudah berhenti, tetapi tiada suatu bunyi pun yang kuingat, semuanya sudah hilang dari ingatanku, sekalian bunyi jelita sedih itu, yang bmenjadikan hatiku merasa berbahagia, serta menjadikannya merayu pula sekali. Aku tiada hendak mendengarkan lagu yang menyayukan hati itu, tetapi mesti, mesti juga aku mendengarkan suara lemah lembut itu, yang mengisahkan kepada ku masa yang silam, masa yang dihadapan: dan napas bunyi terang benderang bergetar itu, adalh seolah-olah mengembuskan selubung yang menyelubungi rahasia yanag akan dating. Dan terang nyata senyata hari ini, lukisan mata yang dating melintasi mata semangatku. Gemetar tubuhku, melihat di masa yang dihadapanku itu, gambaran yang muiram-muram bangkit naik. Aku tiada hendak melihat, tetapi mataku tinggal terbeliak juga, dan pada kakiku ternganag jurang yang sedalam-dalamnya, tetapi bila kau menengadah, melengkunglah langit yang hijau terang cuaca diatasku dan sinar matahari keemasan bercumbu-cumbuan, bersenda gurau dengan awan putih bagai kapas itu; maka dalam hati terbitlah cahaya terang kembali!
    ……………………………………
            Engkau menghiburkan hatiku, terima kasih, Stella. Berharaplah aku, katamu itu menjadi benar kiranya. Tahukah engkau bunyi semboyan ku? “aku mau” Dan kedua patah kata yang ringkas itu sudah beberap kali mendukung membawaaku melintasi gunung keberatan dan kesusahan. Kata “aku tiada dapat!” melenyapkan rasa berani. Kalimat “aku mau!” membuat kita mudah mendaki puncak gunung. Segenap diriku berani bergembira. Stella, peliharalah api berani gembira itu! Janganlah biarkan padam! Gembiralah hatiku, gembirakan jadi bernyala-nyala, Stella, kasihanilah aku, jangan aku dilepaskan.
………………………………………………………………………………………….
            Tentang pengajaran ada bapak menyampaikan ota kepada Pemerintah. Stella, kehendak hatiku, dapat kau baca hendaknya nota itu. Kata Bapak dalam nota itu : Pemerintah tiada akan sanggup menyediakan nasi di piring bagi segala orang jawa, akan dimakannya, tetapi Pemerintah dapat memberikandaya upaya supaya orang Jawa itu dapat mencapai tempat makanan itu ada. Daya upaya itu ialah pengajaran. Memberi anak negeri ini pengajaran yang baik, sama halnya seolah-olah Pemerintah menyerahkan suluh kedalam tangannya, supaya dapat ia sendiri yang mencari jalan yang benar, yangb menuju ke tempat nasi itu. Bapak akan berusaha sekuat tenaganya akan mengajukan  anak negeri ini, dan aku pun akan turut membantunya.
            Bapak tiada juga suka berbuat barang sesuatu yang tiada sekehendak adat asal-usulnya, tetapi hak tinggal hak dan mana yang adil diadilkannya. Pikirlah, kami hendak sama dengan orang Eropa dalm hal kepintaran maupun dalam hal peradaban. Hak yang kami kehendaki bagi diri kami sendiri, harus pula kami berikan kepada orang lain yang ada memintanya kepada kami. Meyukat dengan dua buah sukat, tdak kami hendak! Orang Eropa makan hati melihat beberapa rupa sifat orang Jawa, misalnya sifat pelalai, malas, dan sebagainya. Kalau benar hal itu mengesalkan hati orang Belanda, mengapakah tiada berbuat sesuatu apa juga pun akan menghilangkan sifat buruk itu? Mengapa tiada tuan ulurkan tangan tuan, akan membangkitkan saudaranya si kulit hitam itu? Percayalah semua sifat buruk itu dapat juga dilenyapkannya. Buangkanlah selububung otaknya yang tebal itu, bukalah matanya, maka akan engkau lihat nanti, adakah lagi padanya sifat-sifat yang lain daripada nafsu berbuat jahat, yanitu nafsu yang terbit oleh karena kebodohan dan kurang pengetahuan. Terlalu banyak contoh, tiada usah jauh-jauh ku cari, kau pun tiada usah mencarinya, Stella. Ini di hadapan mu terurai pikiran orang yang masuk golongan bangsa kulit hitam yang dihinakan itu. Alangkah pandainya mereka itu berbuat pertimbangan tentang kami? Kenalkah mereka akan kami?
            Tidak: sama saja, seperti kmi pun tiada mengenal mereka!
            Orang Belanda menertawakan dan mencemoohkan kebodohan kami, tetapi bila kami coba mmajukan diri kami, sikapnya pun terhadap kami mengancam. Alangkah sedihnya hati kami, dahulu semasa di sekolah, guru dan banyak sesame murid memusuhi kami, sama saja dengan anak-anak lainya. Banyak juga guru yang berat hatinya memberikan seorang anak Jawa angka yang tertinggi, meskipun sungguh-sungguh ada hak anak itu mendapatnya.
………………………………………………………………………………………
            Sungguhlah orang Eropa itu menjadikan dirinya tertawaan kami saja; dia menghendaki kami berbuat hormat kepada mereka, seperti kami diwajibkan oleh adat kami member hormat kepada kami orang Bumiputra. Resident dan assisten resident menyebutkan dirinya “kanjeng” sudah sepatutnyalah itu, tetapi opseter kebun, pegawai kebun lainnya dan besok lusa boleh jadi juga sep stasiun, menyuruh bujangnya memanggilnya “kanjeng”; yang demikian itu sebenar-benarnyalah gila lah namanya itu. Tahukah mereka itu, apakah artinya kanjeng? Disuruhnya orang dibawahnya menghormati dia dengan cara yang hanya dilakukan orang-orang itu kepada kepalanya sendiri. Aduh, aduh, sangka ku hanya si Jaw bodoh itu saja yang ingin dianjung-anjungkan, tetapi sekarang tahulah aku bahwa orang Barat itu pun tak segan dianjung-anjungkan itu, bahkan gila akan anjungan itu.
            Perempuan yang lebih tua daripadaku, akan tetapi bangsanya kurang, tiada pernah kuizinkan menyatakan hormat yang ada jadi hakku. Aku tahu, dia suka sekali berbuat begitu, meskipun aku jauh lebih muda daripada dia, karena aku eorang keturunan bangsawan asal yang sangat disembah dijunjungnya, sedang barang da hartanya relalah mengurbankan untuk bangsawan itu. Terharu hati kita, melihat setianya orang itu kepada kepala-kepalanya. Tidak senang hatiku melihat orang yang tua daripadaku lalu berjongkok-jongkok di hadapanku.
            BAnyak orang Eropa disini berputih mata melihat orang Jawa, orang yang dibawahnya perlahan-lahan maju, dan tiap-tiap kali ada saja orang kulit hitam timbul, membuktikan bahwa dia ada juga berotak dalam kepalanya dan berhati jantung dalam dadanya, tiada bedanya dengan orang kulit putih.
            Perbuatlah sekehendak hatimu, menahan paksaan zaman tiada engkau akan dapat. Aku saying akan orang Belanda, saying, amat saying, dan banyaklah terima kasihku, karena banyklah kepunyaannya yang boleh kami rasai sedapnya dan banyaklah yang sudah kami rasai sedapnya, oleh Karen pertolongannya. Banyak, amat banyak daripada saya, boleh kami sebutkan sahabat karib kami, akan tetapi banyak amat banyak pula yang memusuhi kami, tiada lain sebabnya, hanyalah karena kami berani berdaya upaya jadi cerdas dan maju hamper-hampir sama dengan dia.
            Sekarang tahulah aku, mengapa orang Belanda tiada suka, kami orang Jawa maju. Apabila si Jawa itu telah berpengetahuan tiadalah ia hendak mengia dan mengamin saja lagi, akan barang sesuatu yang dikatakan dipikulkan kepadaya oleh orang yang diatasnya.
            Gerakan orang Jawa itu baru mulanya saja. Perjuangan akan sngat hebatnya; prajurit gerakan itu, bukan hanya lawannya saja yang harus dilawannya, melainkan juga hati tawar orang sebangsanya sendiri, padahal keperluan bangsa itulah yang diperjuangkan.
            Dan apabila perjuangan orang laki-laki itu sudah sengit, maka akan bangkitlah pihak perempuan. Berbahagialah kami, beruntung hidup masa ini! Masa perubahan, masa kuno beralih menjadi masa baru!
            Tuahn tiada akan tuli, mendengar sekian banyak hati sama-sama mendoa. Ibuku, saya yakin seyakin-yakinnya bahwa anak Ibu ini tiada aka nada halangan suatu apa. Sudah tentu Ibu akan mendapat kabar dengan segera bila kejadian besar itu telah tiba.
            Selamat malam, Ibuku saying, terimalah sekali lagi terima kasih kami berdua banyak-banyak. Sampaikanlah salam kami berdua, dan terimlah sendiri ciuman anak kandung Ibu.

KARTINI
            Surat ini ialah suratnya yang penghabisan.

Mereka yang berkirim surat dengan Kartini
            Nona Estelle H. Zeehandelaar, yang kemudian nikah dengan Tuan Harsthalt, sebenarnya belum pernah bertemu dengan R.A. Kartini; Cuma berkenalan dengan jalan surat saja.
            Nyonya M.C.E. Ovink-Soer ialah nyonya asissten resident Jepara, yang kemudian digantikan oleh Tuan Gongrijp. Dari isi Surat-surat kepada nyonya itu diketahuinyalah betapa karibnya R.A.Kartini dengan dia, sampai disebutnya Ibu.
            Tuan Prof.Dr.G.K.Anton dan Nyonya Jena (Jerman), pernah mengunjungi pulau Jawa dan ada singgah di Jepara.
            Mr.J.H. Abendanon, dahulu menjadi directeur depertement Onderwijs, Eredienst en Nijverheid. Nyonyanya ialah Nyonya R.M.Abendanon Mandiri, yang disebut oleh Kartini “Ibu”.

Surat-surat R.A.KArtini Membuka Jalan Pendidikan
            Surat-surat itu diumumkan oleh Mr. Abendanon pertama kalinya dalam tahun 1911. Pada mulanya maksudnya akan menarik perhatian dan meminta pertolongan orang mendirikan sekolah buat anak gadis Bumiputra yang berpangkat seperti yang dicita-citakan oleh Kartini.
            Buku itu disambut orang dengan gembira sehingga dalam waktu sedikit saja perlu dicetak hingga beberapa kali. Berkat uang penjualan buku itu dapatlah diadakan pertemuan “Kartinifonds” di Den Haag, yang bermaksud mendirikan dan membantu anak perempuan. Maka pada akhir 1913 didirikan sekolah Kartini yang pertama di Semarang. Sejak itu sudah ada pula sekolah yang semacam itu di tempat yang lain-lain, dipelihara oleh perhimpunan Sekolah Kartini (Kartini-Schoolvereniging) yang ada di tiap-tiap tempat itu. Sekolah Kartini itu sebenarnya serupa HIS untuk anak perempuan semata-mata, yang ada juga member pelajaran yang khusus bagi anak perempuan.

“TULISAN INI BENAR-BENAR DISADUR DARI BUKU HABIS GELAP TERBITLAH TERANG TERJEMAHAN ARMIJN PANE”

Sekarang bukan lagi masanya kita berada pada wacana emansipasi wanita, tetapi bagaimana kita mengambil dan memanfaatkan kesempatan yang telah terbuka bagi kita….(Dhea nadya)

Template by:

Free Blog Templates